Obat generic = si manjur terjangkau, berkhasiat, plus berkualitas
Sehat gak harus mahal kan ? ;)
“Obat generik”..!! mungkin istilah itu bukan hal yg asing lagi di masyarakat kita. Jika mendengar istilah itu hal pertama yang muncul dipikiran orang- orang adalah obat murah, yahh itulah yg menjadi paradigma masyarakat Indonesia mengenai obat generic. Memang kedatangan obat generic banyak disambut pro oleh masyarakat kita, namun tak sedikit yang menganggap obat generic sebagai obat murahan yang dimana obat ini di bawah standard dan kurang berkualitas di bandingkan dengan obat paten. Anggapan ini didasari karena ada anggapan bahwa semakin mahal harga obat maka semakin baik kualitasnya. Nah.. disini obat generic yang harganya cenderung terjangkau diasumsikan sebagai obat “cemen” . karena itu masyarakat kita cenderung memilih obat paten meski harganya lebih mahal. PR kita adalah bagaimana mengubah paradigma masyarakat, karena dalam hal kualitas, khasiat, juga keamanannya obat generic sama saja dengan obat paten.
beforee.. Mari mengetahui beberapa definisi ..!!
OBAT
Obat adalah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh dan akan diketahui aktifitas kimia yang ada dalam tubuh. Pemberian obat yang lazim adalah secara oral atau melalui mulut, apabila obat itu ditelan, maka obat tersebut akan diserap oleh darah dan masuk ke bagian tubuh yang akan membutuhkannya.
Indonesia telah mendaftarkan dan mengedarkan lebih dari 700 nama dagang sediaan obat yang mengandung satu atau lebih dari generik atau zat berkhasiat, baik yang diproduksi oleh pabrik farmasi dalam negeri, pabrik asing maupun yang masih di impor sebagai obat jadi, obat generik maupun obat paten kedua-duanya sama baik kualitasnya dalam khasiat menyembuhkan penyakit, tetapi pada kenyataannya sangat berbeda dalam hal efek kerja obat maupun dalam hal harga.
Obat Generic
Obat generik adalah obat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang dipakai oleh masing – masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan promosi untuk masing – masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang umumnya lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.
Menurut Wikipedia Indonesia sendiri, Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Jadi kalau obat paten itu adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa hak paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku hak paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik hak paten.
Agar upaya pemanfaatan obat generik dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup beberapa komponen sebagai berikut :
1) Produksi obat generik dengan cara produksi yang baik (CPOB).
2) Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
3) Distribusi dan pelayanan obat generik di unit – unit pelayanan kesehatan.
4) Peresepan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.
5) Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter, masyarakat luas.
6) Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala.
7) Penggantian dengan obat generik diusulkan di unit-unit pelayanan kesehatan.
Adapun dalam pembagiannya obat generic di golongkan menjadi dua, yaitu:
a. Obat Generik Berlogo
Obat generik berlogo (OGB) adalah obat yang memiliki komposisi yang sama dengan obat patennya, namun tidak memiliki merek dagang. OGB dipasarkan dengan menggunakan nama zat aktif atau nama senyawa obatnya sebagai nama produknya. Contoh: Amoksisilin 500 mg, Simvastatin 10 mg, Glimepiride 2 mg, dan lain-lain. OGB mudah dikenali, dari logonya yaitu berupa lingkaran hijau berlapis-lapis dengan tulisan GENERIK di tengahnya. Logo OGB terdapat di kemasan luar (box obat), di strip obat atau di label botol obat. OGB memiliki harga yang sangat terjangkau oleh masyarakat, karena kebijakan harganya ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Obat Generik dalam kemasan obat dapat dikenali dengan logo lingkaran hijau bergaris- garis putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.
b. Obat Generik Bermerek
Obat generik bermerek adalah obat yang dibuat sesuai dengan komposisi obat paten setelah masa patennya berakhir. Obat Generik bermerek dipasarkan dengan merek dagang yang ditentukan oleh masing-masing produsennya dan telah disetujui oleh BPOM. Tanda dari obat jenis ini adalah di bungkusannya terdapat huruf r besar di dalam lingkaran, contoh Klorpropamid (Diabenese®), lipizid (Minidiab®, GlukotrolXL®), Glibenclamid (Daonil®, Euglucon®) Umumnya harga produk ini lebih murah dibandingkan harga obat patennya.
Mari memahami lebih dalam… !!!
Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Menurut UU No 14 Tahun 2001 masa berlaku obat paten di Indonesia adalah 20 tahun. Setelah obat paten tersebut berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik adalah nama zat berkhasiatnya). Oleh sebab itu, obat generic inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan Obat Generik Bermerek (Branded Generic). Sesuai dengan UUD 1945, kesehatan adalah hak setiap warga negara. Oleh sebab itu,untuk mendapatkan hak tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan – kebijakan untuk menciptakan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Salah satu kebijakan tersebut adalah adanya Obat Generik Berlogo (OGB). Program ini telah diluncurkan oleh pemerintah mulai tahun 1989.
Obat Generik Berlogo (OGB) adalah suatu jenis obat yang memiliki komposisi yang sama dengan obat patennya, namun tidak memiliki nama dagang, Obat Generik Berlogo ini dipasarkan dengan menggunakan nama zat aktifnya sebagai nama produk. Sedangkan Obat Generik Bermerek (Branded Generic) adalah obat yang dibuat sesuai dengan komposisi obat paten setelah masa patennya berakhir dan obat ini dipasarkan dengan merek dagang dari produsennya (pabriknya). Oleh karena itu, sekarang dapat kita jumpai metformin produk generik dengan logo yang berbeda – beda, contoh : Kimia Farma, Indo Farma, Dexa Medica, Hexpharm, dll (Sarnianto, 2007).
Khasiat atau mutu Obat Generik Berlogo (OGB) tidak perlu diragukan lagi karena selalu dipantau oleh BPOM RI. Harga OGB lebih ekonomis berhubung biaya iklan/promosi tidak sebesar obat generik bermerek. Produk OGB lengkap, berhubung hampir semua obat yang telah habis masa patennya sudah ada obat generiknya, mencakup kelas terapi obat diabetes, hipertensi, antibiotik, antipiretik, analgetik, anti inflamasi, dan sebagainya.
Menurut persepsi masyarakat pada umumnya mengira bahwa mutu obat generik kurang dibandingkan obat bermerek. Padahal generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerek. Kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-Cara Pembuatan Yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain itu, juga ada persyaratan untuk obat yang disebut uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerek yang diregristrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA. Studi BA dan BE telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat generik maupun obat bermerek.
Perjalanan Obat Generik Berlogo (OGB) dari tahun ke tahun ternyata tidak tumbuh signifikan, terbukti dengan market share produk OGB baru sekitar 9 – 11 % dari total pasar farmasi Indonesia. Hal ini dikarenakan persepsi yang berkembang di masyarakat menganggap Obat Generik Berlogo merupakan obat kelas dua, obatnya masyarakat miskin dengan mutu yang tidak terjamin (Umar, 2003). Obat Generik Berlogo hanya menyumbang 9,17 persen dari konsumsi obat tahun 2007. Padahal tingkat konsumsi obat generik berlogo di sejumlah negara maju tinggi, misalnya Taiwan (70 %), Amerika Serikat, dan Jerman (40 %). Akibatnya, tingkat konsumsi obat generik berlogo di negara kita secara keseluruhan juga sangat rendah, yaitu 8,80 dolar AS per kapita. Pemerintah sebenarnya telah mewajibkan seluruh sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah menggunakan obat generik, seperti tercantum pada Permenkes No. 85 Tahun 1989. Dokter wajib memberikan obat generik bagi masyarakat kurang mampu.
Kecermatan dan ketepatan dalam menggunakan atau memilih obat generik, baik obat generik berlogo dan obat generik bermerek sangatlah penting. Sehingga dengan adanya pengetahuan mengenai obat generik berlogo dan obat generik bermerek, masyarakat mampu memilih obat mana yang paling cocok dikonsumsi disesuaikan dengan tingkat ekonomi pasien.
Adapun dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Standar Mutu OBG memenuhi syarat dan layak dikonsumsi oleh pasien, karena Fasilitas produksinya sudah sesuai dengan Cara pembuatan obat yang baik dari BPOM ( Badan Pengawas Obat dan makanan) dan memiliki ISO 9001:2000 . Serta Bahan baku juga standar dari Amerika serikat juga Eropa, sudah diuji banding biovailabilitas dan bioekuvalensi dengan obat paten, dan memberikan hasil yang sama, sehingga kualitasnya sama dengan Obat Paten. BPOM telah mengeluarkan peraturan tentang obat generik yang menyatakan bahwa obat resep (ethical) dikenakan kewajiban untuk melakukan uji BA/BE. UJi tersebut akan menjadi prasyarat registrasi obat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM-RI. Uji BA/BE diperlukan untuk menjamin keamanan dan mutu obat generik. Dengan demikian, masyarakat, terutama klinisi, mendapat jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan, dan mutu yang dibutuhkan.
Jadi anda tidak harus ragu tentang kualitas dari Obat Generik berlogo ini karena baik dari segi Cara produksinya maupun bahan bakunya sudah berstandar internasional yang tidak kalah baiknya dengan obat paten.
Alasan lain mengapa harus OGB karena OGB merupakan program Pemerintah pada era tahun 1989 yang diluncurkan oleh pemerintah melalui SK Menkes No 085/Menkes/Per/1989 dengan tujuan :
1. Memeratakan Pelayanan Kesehatan dengan memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga terjangkau dan ketersediaan obat yang cukup sehingga masyarakat mudah mendapatkan OGB. Karena pada saat itu dirasakan sangat tinggi sehingga obat sulit dijangkau oleh masyarakat banyak.
2. Selanjutnya, pada Tahun 1991 OGB diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat menengah ke bawah dengan mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk penyakit tertentu. (Kebijakan Obat Nasional, 2005).
Kebijakan pemerintah mengenai obat generic sudah lama di sosialisasikan dan di kembangkan, namun tren penggunaannya tidak juga di rasakan ada ada peningkatan. Masalah seputar persepsi masyarakat mengenai kualitas keengganan dokter untuk meresepkannya, kurangnya motivasi industry farmasi untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi serta penyediaannya merupakan hal-hal klasik yang sepertinya sulit diatasi.
Pasien berhak mendapatkan OGB seperti yang tertuang pada Permenkes HK 02.02/Menkes/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dan juga HK. 02.02/Menkes/068/I/2010 pada pasal tujuh yang menyebutkan bahwa apoteker dapat mengganti obat merek dagang/paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya dengan persetujuan dokter dan atau pasien. Serta bagi peserta Jamkesmas sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat, mengatakan dalam upaya mewujudkan standardisasi dan efisiensi pelayanan obat dalam program Jamkesmas, maka seluruh fasilitas kesehatan terutama rumah sakit diwajibkan mengacu pada formularium obat Jamkesmas , di mana obat-obatan dalam formularium ini sebagian besar obat generic.
Jelas OGB itu lengkap, untuk berbagai penyakit, takaran yang sesuai dan utuh juga kemasan yang baik. Jadi ketika anda berobat ke Rumah sakit ataupun klinik jangan malu-malu untuk minta resep obat Generik, dan ketika beli di Apotik tidak usah sungkan untuk membeli Obat Generik.
Pertanyaannya mengapa obat generic harganya murah sedangkan obat paten lebih mahal ?
Nah seperti yang kita ketahui bahwa OGB merupakan obat yang harganya murah dibanding dengan obat paten, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan harganya yang diatur oleh pemerintah dengan harapan agar harga obat dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Jadi produsen OGB tidak dapat menentukan sendiri harga obatnya. Sedangkan obat paten atau bermerek, harganya tidak ditekan oleh pemerintah, sehingga produsen dengan seenaknya menetapkan harga obat tersebut.
Selain itu, proses pengembangan obat baru memerlukan puluhan tahun serta memakan biaya yang sangat banyak untuk bisa sampai disetujui peredarannya dan dipatenkan, mulai dari tahap penelitian, studi pre-klinik, sutdi klinik (terdiri dari 3 fase), proses pengajuan izin, proses penjualan dan promosi, serta studi post-marketing yaitu studi yang dilakukan setelah obat dipasarkan. Itulah sebabnya obat paten dan obat yang masih tergolong obat baru harganya menjulang. Obat generik sendiri tidak memiliki beban biaya proses pengembangan obat seperti beberapa penelitian dan studi terkait. Sehingga harga nya bisa jauh lebih murah daripada patennya.
Namun seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa masyarakat kita menganggap obat generic tidak manjur karena harga yang murah. Dan sebaliknya obat paten yang mahal itu dianggap lebih TeOPe. Yang perlu kita ketahui bahan OGB tidak berbeda dengan obat paten. Hanya orang-orang yang bepikiran untuk meninggikan gengsilah yang seperti itu.
Singkatnya, obat generic memang murah , tapi bukan berarti murahan. Artinya harganya memang dimurahkan sesuai dengan ketetapan pemerintah. Namun mulai dari pengadaan bahan baku awal, produksi, hingga finish product, dilakukan quality control sebagaimana dilakukan jika memproduksi obat paten. Sehingga kualitas dan keamanan obat generic dan obat paten relative sama. Untuk itulah masyarakat tidak perlu khawatir jika minum obat generic karena kualitasnya terjamin. Dengan mengetahui hal tersebut kita tidak boleh mengedepankan yang namanya gengsi.
Heemm.. masihkah anda berpikir untuk gengsi-gengsian, menganggap remeh dan murahan OGB setelah mengetahui hal tersebut ??? bukankah sebaiknya jika anda membeli OGB jika sakit ?? sehatkan tidak harus mahal..!! kan ada OGB si manjur terjangkau, berkhasiat, dan berkualitas.